Pemberitaan Edukatif di Masa Kampanye Sangat Perlu di Disosialisasikan Melalui Peran Serta Media


Foto : Bawaslu Sumut gelar Rapat dalam Kantor terkait Memperkuat Pemberitaan Edukatif di Masa Kampanye. 



Medan  ||  Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menggelar Rapat Dalam Kantor dengan mengusung tema, Memperkuat Pemberitaan Edukatif di Masa Kampanye. 

Rapat dalam Kantor diinisiasi dari lahirnya dasar memperkuat tupoksi Bawaslu dalam bentuk Pencegahan, Pengawasan dan Penindakan. Dengan tupoksi itu, maka perlu Bawaslu mengajak mitra kerjanya, yakni para media untuk ikut menyuarakan Pemberitaan Edukatif di Masa Kampanye Pilkada 2024. 

Hadir sebagai nara sumber, Komisioner Bawaslu Sumut, Koordinator Divisi Humas dan Datin, Saut Boangmanalu, Mantan Komisioner Bawaslu Sumut 2018-2023, Marwan, S.Ag dan Akademisi USU yang juga Direktur Sekolah Kebangsaan Pemuda Indonesia (SKPI), Faisal Mahrawa, beserta sejumlah puluhan wartawan Sumateta Utara. 

Memperkuat pemberitaan edukatif di masa kampanye sangat perlu untuk disosialisasikan ke publik, agar masyarakat dapat menjaring informasi terkait pilkada dan informasi yang membangun yang edukatif agar menjamin kekondusifan suasana menjelang pelaksanaan pilkada serentak November 2024. 

Secara sederhana rapat dalam kantor ini, ucap Saut Boangmanalu yang membuka sesi rapat tersebut, dalam rangka merangkul teman teman media untuk membangun kerbersamaan agar tugas tugas bawaslu dan tugas tugas kita sebagai warga negara dalam proses demokrasi bisa dijalankan secara bersama sama melalui tugas pokok kita masing masing.  

"Kami dari Bawaslu Sumut, memiliki 3 tema yang akan kami usung yakni,  melakukan pencegahan, pengawasan dan penindakan. Jadi melalui pemberitaan yang edukatif, bisa menyuarakan apa yang menjadi agenda agenda Bawaslu, baik dari sisi pengawasan, pencegahan dan penindakan," papar Saut Boangmanalu, Kamis (10/10/2024) sore. 

Dalam rangka pencegahan dan pengawasan, lanjut Saut, terkait pemberitaan hoax, ujaran kebencian, money politik, netralitas ASN dan pelaksanaan kampanye sesuai aturan, Bawaslu Sumut, perlu menjalin hubungan kerjasama dengan para penggiat media untuk berperan aktif dalam semua agenda Bawaslu. 

"Kedepan kita berharap kerjasama ini bisa semakin menguat, semangkin bagus dan kedua belah pihak Bawaslu maupun Media yang sebenarnya secara tupoksi itu sama dalam proses demokrasi dan bagaimana nanti proses demokrasi ini dapat berjalan dengan baik sampai akhirnya dapat terpilih pemimpin yang amanah yang sesuai apa yang diharapkan bagi semua pihak," tukasnya. 

Selanjutnya, Faisal Mahrawa, selaku Akademisi USU yang juga Direktur Sekolah Kebangsaan Pemuda Indonesia, menimpali bahwa memang selama ini seringkali pemberitaan di media terkait dengan kepemiluan itu lebih banyak nuansa positif untuk visi misi pasangan calon tetapi secara edukasi kepada pemilih atau calon pemilih itu masih kurang artinya banyak hal yang perlu kita catat untuk menjadi komitmen di kemudian hari terkait dengan bagaimana sesungguhnya pemberitaan edukatif itu yang kita harapkan. 

"Melihat bagaimana bentuk bentuk kerawanan yang akan kita hadapi dan ternyata salah satu mengapa indexs kerawanan pemilu itu gradasinya bisa rendah, sedang atau tinggi itu tergantung juga berdasarkan kontribusi pemberitaan melalui media, bagaimana nanti pemberitaan media itu bisa saja mengandung hoax dan ujaran kebencian, kemudian itulah yang di publikasi oleh calon pemilih, kemudian di like, share dan seterusnya itu,  sehingga menjadi perbincangan di tengah tengah kita padahal sumber beritanya masih perlu dipertanyakan," pungkasnya. 

Beberapa waktu yang lalu, ujarnya, bawaslu sudah mempublikasi indeks kerawanan pemilu yang menurut saya penting juga diresonansikan ketengah tengah masyarakat karena itulah yang menjadi dasar kita untuk melakukan pencegahan apalagi kerja kerja ligitasi agar potensi kerawanan itu tidak menjadi realita, apa yang disebut dengan definisi dari kerawanan. Jadi kerawanan pemilihan itu adalah segala hal yang berpotensi mengganggu atau menghambat jalannya pemilihan yang demokratis. 

Oleh bawaslu melalui indeks kerawanan pemilu itu yang dijadikan dimensi itu adalah pertama, dimensi sosial politik, kemudian ada beberapa tahapan, utamanya itu adalah tahapan pencalonan, kampanye dan pungut hitung. 

"Jadi kalau kita lihat secara umum secara general potensi kerawanan pemilu dan pemilihan itu ada beberapa perlu saya sebutkan pertama misalnya mobilisasi dan politisasi demokrasi, jadi bagaimana apa lagi fungsi asn itu sering kali digiring atau bahkan di mobilisasi untuk mendukung calon atau pasangan calon tertentu biasanya mobilisasi asn itu terjadi ketika salah satu pasangan calon itu adalah dari petahana atau incamben dan mudah mudahan di provinsi Sumatera Utara mobilisasi asn itu tidak terjadi meskipun jamak kita dengar asn itu sering kali di mobilisasi," tambahnya. 

Kemudian terkait dengan netralitas TNI/Polri, sambungnya, ini juga sering kali menjadi masalah ketika netralitas TNI Polri ini dipertanyakan, pada hal sesungguhnya kalau kita mau jujur, kita harus memberikan tempat yang tinggi untuk bapak bapak kita yang ada di TNI/Polri itu, karena sesungguhnya tugas dan pokok fungsi mereka sangat mulia untuk memastikan bahwa pemilu atau pemilihan itu bisa berjalan dengan aman damai dan konduksif. 

Disamping potensi kerawanan, berikutnya adalah netralitas penyelenggara pemilu, bagaimana mungkin misalnya kita ingin memastikan bahwa pemilu itu berjalan atau berlangsung secara demokratis sementara penyelenggara pemilunya diindikasikan justru menjadi bagian dari pemenangan salah satu pasangan calon, kalau itu yang terjadi justru harapan kita atau ekspektasi kita terhadap pemilu yang demokratis itu seolah olah jauh panggang dari api. 

Kemudian potensi kerawanan berikutnya adalah penyalah gunaan anggaran, biasanya bansos bansos itu akan bermunculan ketika terjadi penyelenggara pemilu atau pemilihan. 

Padahal sesungguhnya bansos itu tidak menjadi soal karena sumber pendanaan itu dari bantuan sosial itu kan sesungguhnya dari kita juga melalui pajak yang kita bayarkan. Dan kerawanan berikutnya adalah penyalah gunaan tempat ibadah, misalnya kampanye di mesjid, kampanye di gereja, kemudian sarana pemerintahan dan sarana pendidikan, begitu juga dengan ekonomi politik media, bagaimana media mainstream yg dimiliki satu orang atau sekelompok orang itu ternyata dikapitalisasi sedemikian rupa untuk membuat opini membuat persepsi di masyarakat agar seolah olah digiring untuk mendukung pasangan calon tertentu. 

"Intimidasi misalnya, ada kawan media yang kritis yang karakternya tegas di musuhi bahkan sampai diintimidasi hingga tindak kekerasan dan hal itu sebaiknya jangan sampai terjadi. Begitu juga halnya kriminalisasi terhadap masyarakat melalui Undang Undang ITE, memang ini, masyarakat yang mengalami dekstruksi teknologi sering kali mengekspresikan apa yang sedang dialami," ujarnya. 

Selanjutnya Faisal juga mengutarakan hal Pemberitaan Edukatif, "Yang pertama menurut saya penting literasi media, media literasi yang kita miliki itu sangat sangat kecil padahal kontribusi dari literasi media itu sangat besar utk rezim kepemiluan kita hari ini. Itulah mengapa literasi media itu harus segera, bukan hanya sekedar diperbincangkan tetapi justru menjadi komitmen kita semua apa yang dilakukan bawaslu misalnya adalah bagian dari keinginan untuk melakukan apa yang kita sebut sebagai litetasi media itu," tukasnya. 

Literasi media itu, masih ungkapnya, secara sederhana adalah proses bagaimana kita menganalisis mengevaluasi pesan pesan media untuk mendeteksi apakah itu propoganda apakah ada pensensoran dan bayes atau bias. Ketika kita berbicara atau berbincang mengenai pemberitaan edukatif di masa kampanye sesungguhnya harus ada keinginan yang kuat dari kita untuk memahami bahwa kampanye itu seharusnya bisa dijadikan sarana pendidikan politik, itu bahkan tercantum di Pasal 63 ayat (1) UU No. 10 tahun 2016, bahwa kampanye harus menjadikan sarana pendidikan politik bagi masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab, itu yang saya ambil dari Pasal 60 ayat (1) UU No. 10 tahun 2016. 

"Sebenarnya kampanye bukan sekedar menyampaikan visi misi, lebih dari pada itu, kampanye harus dianggap sebagai cara untuk membangun citra diri yang positif, kampanye yang sopan edukatif, yang kata kuncinya adalah edukatif dengan Pasal 64 ayat (1 dan 3) UU No.10 tahun 2016, yang menjadi landasan kuat bagaimana penyelenggaraan pilkada serentak tanggal 27 November 2024 yg akan datang," ucapnya. 

Maka tanggung jawab media itu tidak kecil, bilangnya kemudian, karena memang peran media itu untuk meningkatkan pendidikan politik yang pertama dan kedua adalah pemahaman dari kahalayak atau masyarakat umum itu untuk sadar akan bahaya hoaks, ujaran kebencian dan sentimen sentimen negatif lainnya. 

Lain juga halnya pandangan yang dikemukakan oleh mantan Komisioner Bawaslu Sumut periode 2018-2023, yang membidangi divisi Humas dan Datin, Marwan, S.Ag. 

Penguatan Edukasi, Literasi dan sebagainya dalam pencegahan, sebaiknya jika Bawaslu memiliki anggaran yang cukup, para wartawan ini dapat dikumpulkan dan diajak untuk meliput hal kerawanan itu langsung ketempat kerawanannya, seperti prestour ke wilayah yang dirasa kerawanan dalam proses tahapan kampanye.  

"Karena media itu harus memberitakan pemberitaan yang edukasi setiap hari terkait kerawanan di masa kampanye Pilkada serentak 2024," ujarnya. 


[hbk7 lung]

Share on Google Plus

About GROUP MEDIA KOMPAS7

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 التعليقات:

Posting Komentar